Ambisi dan Masa Depan Sun Eater dari Kacamata Kukuh Rizal Arfianto

Kemarin ini, kita dapat kesempatan ngobrol sedikit sama mas Kukuh Rizal Arfianto, pendiri label rekaman indie yang masih tergolong pendatang baru di industri musik. Kebetulan banget kemarin itu mas Kukuh baru beres ngurus VISA buat ke Kanada dan ada sedikit waktu luang buat duduk dan sharing sama lo semua, Superfriends.

Hal pertama yang disampaikan Kukuh udah pasti tentang apa itu Sun Eater sebenarnya. Buat lo yang belum familiar sama nama itu, Sun Eater adalah label rekaman dengan konsep hybrid music-entertainment yang berdiri pada tahun 2019 lalu. Sebagai label, tentunya Sun Eater punya deretan artis dan musisi yang namanya udah nampang di playlist-playlist lo kayak Hindia, .Feast, Lomba Sihir, dan Mantra Vutura. Tapi, di Sun Eater mereka nggak cuma berkarya lewat musik aja, bro. Kukuh sendiri yang bilang kalau Sun Eater itu bukan cuma soal musik, tapi soal IP atau Intellectual Property, yang mana cakupan bisa luas banget.

“Label musik, tapi business modelnya beda.” Begitu penjelasan singkat Kukuh soal Sun Eater. Selain musik kayak udah sering beredar di luar, Sun Eater juga mengangkat karya dalam bentuk virtual art, scoring dan soundtrack untuk film, bahkan bikin film itu sendiri. Business model “beda” yang dimaksud Kukuh ternyata “Consumer Centric” di mana tim Sun Eater mencari tahu apa sih yang sebenarnya diinginkan konsumen. Kalau udah jelas apa yang konsumen mau, baru deh para artis bergerak dengan karya mereka masing-masing. 

Kalau ditanya sebenarnya visi Sun Eater itu kayak gimana, begini jawaban Kukuh: “Pengen jadi perusahaan entertainment besar di Indonesia yang punya berbagai lini IP.” Jelas itu visi yang ambisius banget, Superfriends. Tapi, di balik ambisi itu ada perjalanan menarik yang membentuk Kukuh sampai akhirnya mendirikan Sun Eater.

Setelah beresin kuliahnya di Bandung, Kukuh sempat kerja di berbagai perusahaan dan mendapatkan banyak sudut pandang tentang keadaan pasar di Indonesia. Kukuh terus memperhatikan perkembangan tren yang ada di masyarakat, sampai suatu ketika menemukan sebuah masalah yang perlu diselesaikan. Dia juga selalu percaya kalau semua yang sukses itu berangkat dari mau menyelesaikan masalah yang ada. Nah, masalah yang dia temui ini ada di dunia entertainment dan musik, di mana makin ke sini musisi udah nggak bisa cuma bergantung sama panggung. Semakin banyaknya platform digital, dan bahkan platform untuk si artis sendiri di media sosial artinya musisi udah nggak bisa lagi bergantung sama penjualan album. Nah, Sun Eater mau memberikan solusi untuk masalah ini dengan cara bersama-sama adaptasi dengan situasi modern.

Hasilnya? Lo bisa lihat sendiri deh kayak gimana besarnya animo publik buat Hindia, .Feast, Mantra Vutura, Lomba Sihir, Agatha Pricilla, Aldrian Risjad, dan Rayhan Noor. Basically, Sun Eater itu jembatan yang bisa menghubungkan kakunya industri musik dengan idealisme musisi indie yang kadang sulit diterima sama skema bisnis model lama. Karena Sun Eater juga punya business model yang beda, setiap yang tergabung dalam Sun Eater juga punya peluang besar untuk eksplor bentuk-bentuk lain dari seni mereka kayak mainan dan berbagai merchandise lainnya.

Sayangnya, obrolan sama mas Kukuh harus segera selesai nih, Superfriends, soalnya dia sibuk banget. Gimana nggak, Sun Eater dan sebagian artisnya harus melakukan banyak persiapan sebelum manggung di Baybeats Singapore, manggung juga di Tapau Fest di Malaysia, beresin beberapa rilisan lagu di sisa akhir tahun, jalanin kolaborasi sama brand sepatu, kolaborasi juga sama brand koper, kolaborasi bikin roti, manggung di Taiwan Luc Fest, dan terakhir konferensi musik di Jade Music Festival Canada.

Meskipun baru berdiri tahun 2019 lalu, SUn Eater udah menunjukkan langkah-langkah yang konkret untuk jadi salah satu yang terbesar dan terbaik di Indonesia. Kok bisa gitu ya, Superfriends? Buat lo yang mau mengikuti jejak langkah Kukuh Rizal Arfianto, ada tips nih dari orangnya langsung.

“Harus berani, harus curious, harus punya integritas karena industri entertainment itu keras, harus yakin untuk selalu menebar kebaikan, dan harus berani salah karena dari situ lo bisa belajar lebih dewasa.”

Sumber foto: Instagram @kukuhing