Kebetulan Terbuai Alunan Hawaiian dari Cikini Tropical Sound

“Awalnya, Mpi sama Oji tuh suka belanja Vinyl (piringan hitam musik) di daerah Blok M.” jawab salah seorang personil Cikini Tropical Sound ketika ditanya dapat inspirasi dari mana. Bersama rekan-rekan mahasiswa IKJ yang waktu itu belum jadi band, Mpi sama Oji lagi suka ngulik piringan hitam yang katanya punya suara lebih jernih dan otentik. Naas, harganya ternyata lumayan mahal. Tapi ternyata, ada juga yang harganya murah karena peminatnya nggak banyak, yaitu vinyl-vinyl musik “Ukulele”. Dari sana, mereka jadi kenal sama George de Fretes, Royal Hawaiian Minstrels, Sol Hoopii, Rudi Wairata, Kilima Hawaiian, dan The Tielman Brothers yang tumbuh di daerah tropis kayak Indonesia.

“Musik-musik Hawaii, kayak yang suka ada di kartun Spongebob.” Begitulah Bob menjelaskan kayak gimana sih musik “Ukulele” supaya mudah dipahami. Kedekatan mereka dengan genre musik yang niche ini ternyata dipenuhi dengan kebetulan, Superfriends. Kebetulan yang dicurigai juga melibatkan campur tangan takdir. Kebetulan, saat itu Epy Kusnandar, seniman sekaligus senior mereka di IKJ yang lagi suka main Ukulele terlibat dalam pementasan drama musikal bersama para personil Cikini Tropical Sound. Kebetulan, mereka juga lagi nongkrong di TIM pada hari kang Epy Kusnandar mau bagi-bagi Ukulele. Kebetulan, mereka juga lagi ngegarap drama musikal berjudul “Khatulistiwa” yang butuh musikalisasi unik. Kebetulan, Mpi pernah bikin satu lagu berjudul “Nyanyian Pohon” yang, sesuai judulnya, mengangkat tema lingkungan. Kebetulan, terlalu banyak kebetulan.

Satu tahun kemudian, Zaki, Mpi, Kei, Bob, Oji, dan Ben membentuk sebuah grup musik Ukulele bernama Cikini Tropical Sound, dan langsung punya lagu pertama yang berjudul “Nyanyian Pohon” tadi. Setelah takdir ngasih potongan-potongan yang entah arahnya ke mana, di tahun 2017 mereka berhasil susun semua itu jadi satu gambaran yang jelas. Sekarang, 6 teman lama yang nggak pernah nyangka bakal bikin band ini dihadapkan dengan dunia yang udah banyak lupanya, dan mereka ingin tetap ingat. Makanya, ketika ditanya soal nilai-nilai yang dipegang teguh dan ingin disebarkan oleh Cikini Tropical Sound, mereka nggak pernah lepas dari membahas pelestarian alam. Semua personil Cikini Tropical Sound suka main dan beraktivitas di alam, jadi mereka bikin musik sebagai usaha dalam mengabadikan pengalaman bersama alam yang mereka cintai.

“Pokoknya ‘Harmoni Sampai Akar’!” Itu motto mereka. Harmoni yang dijunjung tinggi grup musik eksentrik ini ternyata dapat dukungan juga dari alam, bro, dan lagi-lagi, mereka dihadapkan dengan kebetulan. Pada tahun 2018, Cikini Tropical Sound dapat inspirasi untuk bikin lagu tentang nasib hewan-hewan yang kehilangan hutan. Suatu hari, Mpi datang membawa syair tentang binatang, setelah melewati malam yang panjang, jadilah sebuah lagu berjudul “Margasatwa”. Eh, ternyata, tepat satu hari setelah lagu itu rampung, musibah menimpa kota Pagar Alam di Sumatera Selatan dalam wujud seekor Harimau yang pindah ke desa karena hutan udah nggak ada. Pas banget ya? Cuma kebetulan aja, Superfriends.

Akar yang dimaksud dalam motto Cikini Tropical Sound itu juga nggak berhenti di pohon, Superfriends. Mereka udah mikirin sampai benar-benar ke akarnya, dan menemukan kalau ternyata pudarnya harmoni manusia dengan alam itu terjadi karena konsumsi yang berlebihan dalam perjuangan mencari kesenangan. Maka dari itu, ketika ditanyakan soal mimpi bersama, mereka nggak menjawab dengan hal material kayak ketenaran dan kekayaan. Mereka cuma ingin mencapai satu tujuan, yaitu untuk bisa sampai tua terus menciptakan kesenangan mereka sendiri tanpa bergantung dengan konsumsi berlebih dan dunia luar. Seluruh dunia itu kayak halaman belakang atau ruang tamu, bro, tapi nggak cuma buat mereka, melainkan untuk semua orang. So, ciptakanlah permainan dan kesenangan lo di sana!

“Kalau ada yang kebetulan suka sama apa yang kita bikin, ke sini aja main.” Lagi-lagi, kebetulan.


Sumber foto: Pribadi / Adrie Prastyo Photography