Pendatang Baru yang Relatable, Perunggu Sampaikan Kisah Jutaan Laki-Laki Urban Lewat Musik

Hidup di kota besar perlu kita akui, emang kurang lebih gitu-gitu aja, Superfriends. Semua serba cepat, harus tepat, dan penuh perjuangan yang kita nggak tau bakal selesainya kapan. Meskipun semua orang punya jalannya masing-masing, entah itu lebih mudah atau lebih susah, perasaan yang dihadapi laki-laki yang hidup di kota besar kurang lebih sama, bro. Paling cetek aja minimal ada perasaan lelah dan bosan, sampai ada pertanyaan ke diri sendiri “Apa iya hidup gue gini-gini aja?” Dari sana, muncul 3 orang musisi yang mengekspresikan perasaan itu lewat band pendatang baru bernama Perunggu.

Perunggu itu isinya Maul, Ildo, sama Adam, dan mereka bertiga sama kayak lo, pegawai kantoran. Tumbuh besar di kota metropolitan dengan gaya hidup yang kurang lebih sama juga kayak lo, bro. Weekdays ngantor, pulang, istirahat. Weekends main, atau quality time sama orang-orang terdekat. Sampai suatu ketika Maul dan Ildo ingat mereka bisa main musik, dan perasaan yang dulu sering mereka dapatkan dari bermain musik itu luar biasa. Ketemu sama Adam, mereka bikin band Perunggu dengan tujuan yang simple tapi bermakna.

Superfriends, lo main musik tujuannya apa? Kalau buat Perunggu, musik dan karya itu ekspresi. Setiap syair dan nada yang ada di lagu-lagu Perunggu itu datangnya dari apa yang mereka rasain pas melewati berbagai hal di kehidupan sehari-hari. Bahagia lo, resah dan gelisah lo, sedih dan ambyar lo, semua itu rasa yang bisa diolah jadi karya. Kalau lo emang suka musik, lo pasti bisa deh ngebedain mana musik yang dibikinnya beneran pakai hati, dan mana yang nggak begitu. Musik yang dibuat beneran pakai perasaan tentunya lebih punya rasa, ada “pecah”nya, momen katarsis yang nggak lo temui di lagu-lagu lain.

Rasa yang dibawakan Perunggu ini kemudian jadi identitas mereka. Mulai dengan EP 3 lagu pada tahun 2019, penggemar Perunggu mulai tumbuh di platform-platform online kayak YouTube dan Spotify. 3 tahun kemudian, mereka rilis album debut berjudul “Memorandum”, dan mulai showcase ke banyak kota di Indonesia. Selama show di berbagai kota itu, tiket mereka selalu sold out. Bahkan Perunggu udah punya fans yang sebisa mungkin ngikutin mereka ke mana pun mereka pergi. Iksal, manager Perunggu, sempat cerita, pas mereka ke Jogja kemarin, mereka ketemu wajah-wajah yang sama kayak pas manggung di Jakarta. Sekarang, mereka jadi teman yang suka nongkrong bareng Perunggu.

Superfriends, coba deh lo dengerin album “Memorandum”, terus cari satu kata yang bisa ngegambarin apa yang lo rasain. Most likely kata itu nggak bakal jauh dari “relatable”. Apa yang sekilas kelihatan kayak rintangan terbesar Perunggu, yaitu nyari balance antara kerja kantoran sama berkarya, ternyata malah jadi kelebihan mereka. Ketika banyak musisi dan artis kelihatan punya kehidupan yang jauh dari dunia rakyat jelata, Perunggu justru bercerita tentang kehidupan manusia-manusia biasa. Gimana nggak, bro, mereka main musik malam hari setelah pulang kantor, bukan karena harus tapi karena mereka suka. Kurang lebih sama kayak lo yang beres kerja suka gitaran bareng teman-teman di kedai kopi langganan.

Ada satu pelajaran besar yang bisa diambil dari filosofi band Perunggu, yaitu bahwa musik nggak pernah nawarin atau ngejanjiin apapun buat lo. Musik nggak pernah janjiin lo sukses, kaya raya, atau jadi terkenal. Apa yang bisa lo dapat dari musik itu rasa. Rasa bahagia, sedih, dan semua emosi yang lo lepas ketika lo metik gitar, menabuh drum, dan bernyanyi dengan suara yang paling lantang. Kalau perasaan itu bisa lo dapat dari musik, pergi lah ke sana dan nikmati setiap detiknya, Superfriends!